Dugaan.com, Soppeng – Dinamika politik Partai Golkar di Sulawesi Selatan kian memanas menjelang Musyawarah Daerah (Musda) 2025. Ketegangan mulai merembet hingga ke daerah, termasuk DPD II Partai Golkar Kabupaten Soppeng yang kini tengah menjadi sorotan.
Isu ketidakharmonisan antara Ketua DPD II Golkar Soppeng, Andi Kaswadi Razak, dengan Bupati Soppeng, H. Suwardi Haseng yang juga kader murni Golkar mulai muncul ke permukaan dan menjadi perbincangan hangat masyarakat. Ketegangan itu mencuat setelah tidak hadirnya anggota Fraksi Partai Golkar dalam rapat penting Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang digelar Jumat, 20 Juni 2025 di DPRD Soppeng.
Ketidakhadiran tersebut memicu spekulasi publik tentang ketidaksinkronan antara fraksi Golkar di DPRD dan kebijakan eksekutif daerah, yang notabene dipimpin oleh kader Golkar sendiri. Beberapa kalangan bahkan menyebut hal ini sebagai sinyal persaingan internal menuju Musda, di mana baik Andi Kaswadi maupun Suwardi Haseng disebut-sebut berambisi untuk mengamankan posisi Ketua DPD II Golkar Soppeng.
Namun, isu ini langsung ditepis oleh Andi Kaswadi Razak. Dalam jumpa pers yang digelar Minggu malam (22/6) di Hard Café, Jalan Malaka, Kelurahan Lapajung, Kecamatan Lalabata, ia membantah keras tudingan adanya sabotase politik atau ketidakhadiran yang disengaja dari fraksinya.
“Penundaan rapat RPJMD bukan karena penolakan dari Fraksi Golkar, tapi murni persoalan administratif. Surat pengajuan rapat dari Pemerintah Daerah ditandatangani oleh Pj. Sekda tanpa pelimpahan wewenang resmi dari Bupati, dan surat itu baru kami terima pukul 15.00 WITA, padahal rapat dijadwalkan pukul 14.00 WITA,” jelas Kaswadi.
Ia menambahkan bahwa bahkan setelah surat diajukan ulang, tetap menggunakan kop surat Pemerintah Daerah, bukan atas nama Bupati. “Kami tidak menolak rapat, tapi kami ingin memastikan prosedurnya tepat dan sesuai dengan regulasi. Ini bagian dari tanggung jawab politik kami agar arah pembangunan benar-benar menyentuh kepentingan masyarakat,” tegasnya.
Kaswadi juga menegaskan bahwa Partai Golkar tetap konsisten dalam mengawal jalannya pemerintahan, termasuk mengkritisi bila ada kebijakan yang tidak sejalan dengan prinsip kerakyatan, meskipun Bupati adalah kader partai.
Dengan tensi politik yang terus menguat jelang Musda, publik kini menanti langkah-langkah strategis dari kedua tokoh besar Golkar ini, apakah akan bersatu demi soliditas partai, atau justru bersaing ketat untuk memperebutkan kendali DPD II. (*)